memutar otak untuk bisa menghasilkan uang, tapi tidak bekerja pada orang lain. Ternyata, dunia fashion desain lah yang membawanya kini sukses menekuni wirausaha tanpa kehilangan waktu dengan keluarga.
"Awalnya coba-coba dulu. Waktu punya anak kan saya masih kuliah semester akhir. Sudah lulus mau kerja, enggak tega ninggalin bayi. Jadi saya coba-coba ngambil tukang jahit dan nerima jahitan di rumah," tutur ibu dari dua orang anak ini.
Latar belakang Meeta sendiri bukan dari sekolah desain. Ia mengenyam pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan (Unpar). Namun di tahun 2000 ia mengikuti kursus fashion desain di Susan Budiarto.
"Saya ikut kursus mendesain di Susan Budiarto angkatan pertama. Kalau menjahit, sebelumnya juga pernah ikut kursus. Tapi kalau untuk menjahit pakaian sendiri sih enggak, tapi saya paham soal jahitan," tutur Meeta.
Sejak kursus fashion desain itulah Meeta mulai serius menekuni bidang fashion. "Waktu kursus sih belajarnya pakaian secara umum. Tapi kemudian setelah lulus dari sana, saya akhirnya mengembangkan desain ke baju muslim," kata Meeta.
Saat ini Meeta sudah menghasilkan sekitar 100 desain baju muslim. Hasil karyanya ia jual di butik yang dilabeli sama seperti namanya.
Bisa dibilang desain Meeta merupakan hasil spontanitas. Karya yang dihasilkan Meeta tidak tentu berapa jumlahnya dalam setiap bulan.
"Tergantung, kadang satu desain satu bulan. Kadang kalau lagi cepet ya 1 desain selesai satu minggu. Tapi kalau udah diburu-buru harus selesai ya selesai juga. Terkadang terpengaruh oleh mood juga, padahal hal itu harus dihindari," terang Meeta.